Senin, 23 September 2019

6 Tren Industri Retail di Tahun 2019

Tahun 90-an hingga awal tahun 2000 adalah masa di mana industri retail berkembang dengan pesat. Kita bisa melihat pusat perbelanjaan dibuka di berbagai tempat. Meski demikian, toko-toko itu masih penuh sesak dengan pengunjung. Namun kini, banyak toko-toko tersebut gulung tikar, dan berbagai mal tak jauh beda suasananya dengan kuburan. Sepi.

Meledaknya tren belanja online di kalangan masyarakat membuat para pebisnis retail yang terlambat beradaptasi terpaksa menutup usaha mereka, lainnya beralih ke ranah online dan menjadikan toko mereka sebagai gudang penyimpanan. Puncaknya terjadi di tahun 2017, yang dikenal sebagai “kiamat industri retail”.

Namun, “kiamat” yang terjadi di tahun 2017 tak serta merta menjadikan industri retail punah. Gaya belanja kaum millenial mungkin saja berubah, namun perkembangan teknologi akhir-akhir ini sangat membantu para pemilik bisnis untuk beradaptasi di kerasnya persaingan industri perdagangan.

Memasuki tahun 2019, akan muncul berbagai tren baru yang akan mengubah wajah industri retail menjadi lebih baik. Pada artikel kali ini, kita akan membahas 6 di antaranya:

1. Menawarkan pengalaman yang berbeda

Belanja online menawarkan berbagai kelebihan, seperti misalnya pilihan produk dan merek, harga yang bersaing, serta kemudahan bertransaksi. Namun ada satu hal yang tidak bisa kita dapatkan dari belanja produk secara online, yakni pengalaman berbelanja.

Pernahkah anda melihat betapa girangnya seorang anak ketika diajak berbelanja ke toko mainan? Atau ketika anda ingin membeli komputer dan mencium bau elektronik di toko komputer tersebut? Inilah yang dinamakan dengan pengalaman berbelanja.

Memanfaatkan hal ini, para pebisnis retail bisa meningkatkan pengalaman belanja pelanggannya dengan menyajikan berbagai hal yang tak bisa ditemukan saat berbelanja online. Contohnya Sephora, brand yang menjual alat kecantikan. Baru-baru ini, Sephora membuka cabang di Amerika Serikat yang mana anda tak bisa membeli produk apapun di toko tersebut, melainkan anda akan ditawarkan servis makeover.

Pengalaman unik ini akan jadi kenangan yang tak akan terlupakan oleh para pelanggan dan mereka tak akan ragu-ragu untuk membagikan pengalaman tersebut dengan rekan-rekan mereka.

2. Implementasi The Internet of Things (IoT)

Belakangan ini kita sudah bisa melihat produk-produk seperti speaker, TV, hingga mobil terhubung dengan internet. Hal ini membuat pebisnis retail bisa mengumpulkan berbagai data mengenai bagaimana pelanggan mereka menggunakan produk tersebut. Selanjutnya, penjual produk bisa mengirimkan pesan marketing yang tepat ke para pembeli melalui produk tersebut.

Misalnya, “lemari pendingin pintar” bisa mendeteksi saat anda kehabisan telur dan menampilkan hal tersebut di layar yang terdapat di pintu atau pada aplikasi ponsel anda sekaligus memberikan info di mana anda bisa mendapatkan telur dengan harga terbaik di sekitar tempat tinggal anda.

internet-of-things
image source: techdata.com

Implementasi IoT lainnya yakni melalui Dash Button, produk dari Amazon. Dash Button adalah perangkat keras yang anda gunakan untuk belanja kebutuhan sehari-hari. Di tahun 2019, Amazon telah bekerja sama dengan lebih dari 200 bisnis retail di Amerika Serikat. Berbelanja jadi lebih mudah, lebih murah, dan lebih nyaman dengan IoT. Diprediksi pada tahun 2020, jumlah pengguna IoT mencapai dua kali dari yang tercatat sekarang.

3. Lebih Banyak Konsumen yang Berkomunikasi dengan Bot Facebook Untuk Mengecek dan Membeli Produk

Di tahun 2018 kita lazim menemukan penjual dan pembeli berinteraksi di Facebook. Baik itu untuk menanyakan ketersediaan barang, memastikan harga, mengecek kualitas, hingga menanyakan seputar pengiriman barang yang dibeli. Naiknya angka penggunaan Facebook Messenger sebagai media disebabkan kenyamanan yang diberikan saat berkomunikasi.

Banyak konsumen yang lebih memilih berbelanja di toko yang memiliki laman Facebook dengan alasan kemudahan berkomunikasi. Inilah pentingnya bagi pebisnis retail untuk memiliki Facebook Messenger bot yang bisa berinteraksi dengan pelanggan, seperti membuka perbincangan dan mengarahkan ke produk yang diinginkan calon pembeli.

Cara lainnya adalah dengan membuat bot yang bisa mengirimkan pesan lewat Facebook Messenger yang mengingatkan pembeli bahwa mereka memiliki keranjang belanja dan memungkinkan mereka menyelesaikan pembayaran di aplikasi Facebook Messenger.

4. Pebisnis Retail Mulai Menggunakan Komputasi Kognitif Untuk Memberikan Layanan Pelanggan yang Lebih Baik dan Lebih Cepat

Komputasi kognitif adalah layanan yang bisa menganalisa data dalam jumlah yang masif sama seperti manusia berpikir, menggunakan nalar, dan mengingat, sehingga pelanggan bisa berinteraksi secara natural dengan teknologi tersebut dan mendapatkan rekomendasi berdasarkan data yang akurat.

Pebisnis retail yang mengimplementasikan teknologi ini di divisi layanan pelanggan mereka terbukti mampu memberikan pelayanan yang jauh lebih baik dan lebih cepat. Hal ini sudah diterapkan di sejumlah Hotel Hilton di Amerika Serikat.

connie-hilton-robot
source image: wtvox.com

Hotel Hilton memperkenalkan robot penjaga pintu mereka yang bernama Connie di tahun 2016. Robot ini bisa mengarahkan tamu hotel untuk menemukan atraksi dan restoran terbaik terdekat. Connie bahkan bisa bergerak dan melakukan gerakan menunjuk untuk mengarahkan tamu ke sejumlah titik yang ada di hotel. Pengunjung hotel hanya perlu bertanya pada Connie, dan ia akan membantunya.

Dengan bantuan Connie, staf front desk di Hotel Hilton bisa fokus pada pekerjaan lainnya yang lebih penting, seperti mengangkat telepon dan membantu tamu mencari kamar di hotel.

5. Memasarkan Produk dengan Augmented Reality

Penggunaan teknologi augmented reality ini sudah bisa kita temukan pada di toko furnitur kenamaan, IKEA. Mereka mengembangkan sebuah aplikasi augmented reality yang menampilkan model tiga dimensi dari furnitur yang ingin mereka beli di rumah mereka sendiri.

Furnitur digital ini bisa diubah ukurannya supaya terlihat pas di ruangan pembeli dan bisa diamati dari berbagai sudut pandang dan intensitas pencahayaan ruangan. Dengan aplikasi seperti ini, calon pembeli tak perlu lagi cemas karena takut furnitur yang dibelinya terlalu besar/kecil atau warnanya tak cocok dengan cat dinding ruangan.

Penggunaan augmented reality memudahkan pembeli untuk berinteraksi dengan produk yang dijualnya, memilih furnitur yang tepat untuk rumah mereka, dan yang paling penting, membeli produk mereka.

6. Otomatisasi Aktivitas Bisnis Retail

Pembukuan yang dilakukan secara manual, laporan dan pendataan yang masih dilakukan menggunakan kertas, serta belanja pegawai yang tidak perlu adalah hal-hal yang membuat industri retail ketinggalan jaman. Inilah yang membuat pelaku bisnis retail yang tak bisa beralih dari hal-hal kuno seperti ini gulung tikar karena tak beradaptasi dengan perkembangan teknologi.

Di tahun 2018 saja, sudah cukup banyak industri retail yang mulai mengimplementasikan software pendukung kegiatan retail mereka. Salah satu software yang cukup populer di kalangan industri retail menengah ke atas adalah ERP Retail. Dengan bantuan software ini, para pelaku bisnis lebih tenang karena aktivitas bisnis retail mereka sudah terotomatisasi, sehingga mereka lebih fokus untuk memajukan bisnis mereka.

Kesimpulan

Meski digerus oleh laju perkembangan toko online yang bergerak dengan cepat, bukan artinya bisnis retail anda mandek sampai di sini saja dan gulung tikar tak lama kemudian. Justru usaha retail ini yang harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan menjadikannya sebagai aset untuk mendatangkan profit bagi bisnis anda.

Lima hal di atas adalah sebuah alat yang menjadikan bisnis retail anda memiliki daya saing yang cukup tinggi dengan toko online.

Sumber : hashmicro.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar